Kamis, 28 September 2017

Konsep Dasar Ekonomi Islam

Nama  : Akbar
Prodi.  : Perbankan Syariah
Dosen : Totok Harmoyo,M.Si
Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara



KONSEP DASAR EKONOMI ISLAM
1.      Pengertian Ekonomi Islam
Sebelum kita mengkaji lebh jauh tentang hakikat ekonomi islam, maka ada baiknya diberikan beberapa pengertian tentang ekonomi islam yang dikemukakan oleh para ahli ekonomi islam.
1.      M. Akram Kan
Islamic economics aims the study oh human falah achieved by organizing the resources of the earth on the basic of cooperation and pasrticipation. Secara lepas dapat diartikan bahwa ilmu ekonomi islam bertujuan untuk  melakukan kajian tentang kebahagiaan  hidup manusia yg dicapai  yg dicapai dengan mengorganisasikan sumber daya alam atas dasar bekerja sama.
2.      Muhammad Abdul Manan
Islamic economics is science which studies the economics problems of a people imbued with the values of islam. Jadi, menurut Manan ekonomi islam adalah ilmu pengetahuan sosial yg mempelajari masalah2 ekonomi masyarakat yg diilhami pleh nilai2 islam.
3.      M. Umer Chapra
Islamic economics was defined as that branch of knowledge which helps realize human well-being through and allocation and distribution of scarces that is in confirmity with islamic teaching without unduly curbing individual freedom or creating continued macro economic and ecological imbalances. Jadi, menurut Chapra Ilmu ekonomi islam bertujuan untuk  melakukan kajian tentang kebahagiaan  hidup manusia yg dicapai  yg dicapai dengan mengorganisasikan sumber daya alam atas dasar bekerja sama
4.      Muhammad Nejatullah Ash-Sidiqy
Islamic economics is th muslim thinker’s responet to the economic challenges of their time. Menurut Ash-Sidiqy, ilmu ekonomi islam adalah respons pemikir muslim terhadapan ekonomi pada masa tertentu.
5.      Kursyid Ahmad
Islamic economics is systematic effort to the to understand the econimic’s problem and man’s behaviour in relation to that problem from an islamic perspective. Menurut Ahmad, ilmu ekonomi islam adalah sebuah usaha sistematsis untuk emahami masalah2 ekonomi dan tingkah laku manusia secara relasional dalam persfektif islam.

2.      Prinsip-prinsip Dasar Ekonomi Islam
Ekonomi islam secara mendasasr berbeda dari sistem ekonomi yang lain dalam hal tujuan, bentuk, dan coraknya. Singkatnya, ekonomi islam adalah sistem ekonomi yang berdasar dari Al-Qur’an dan Hadist yang bertujuan untuk  memenuhi kebtuhan manusia di dunia dan akhirat. Ada tiga asas filsafat ekonomi Islam, yaitu:
a.       Semua yang ada di alam semesta ini adalah milik Allah SWT, manusia hanyalah khalifah yang memegang amanah dari Allah untuk mengguakan milik-Nya (alam semesta).
b.      Untuk  dapat melaksanakan tugasnya sebagai khalifah Allah, manusia waji tolong menolong da saling membantu dalam melaksanakan kegitan ekonomi yang bertujuan untuk beribadah kepada Allah.
c.       Beriman kepada hari kiamat, yang merupakan asas penting dalam sustu sistem ekonomi islam.

3.      Karakteristik Ekonomi Islam
Sumber karakteristik ekonomi islam adalah islam itu sendiri yang meliputi tiga asas pokok, yaitu asas akidah, akhlak dan asas hukum ( muamalah). Ada beberapa karakteristik ekonomi islam sebagaimana disebutkan dalam al-mawsu’ah al-ilmiyah al-islamiyah yang dapat diringkas sebagai berikut.
1.      Harta kepunyaan Allah dan manusia khalifah harta, karakteristik pertama ini terdiri dari dua bagian, yaitu:
·         Semua harta, baik benda maupun alat produksi adalah milik Allah.
·         Manusia adalah khalifah atas harta miliknya, semua harta yang ada di tangan manusia pada hakikatnya kepunyaan Allah, karena Dialah yang menciptakanya.

2.      Ekonomi terikat dengan akidah, syariah (hukum) dan moral
Hubungan ekonomi islam dengan akidah islam tampak jelas dalam banyak hal, seperti pandangan islam terhadap alam semesta yang ditundukan  untuk kepentingan manusia.
3.      Keseimbangan antara keruhanian dari kebendaan
Beberapa ahli barat menyatakan bahwa islam sebagai agama yang menjaga diri, tetapi toleran.  Para ahli tersebut menyatakan islam adalah agama yang memiliki unsur keagamaan dan sekularitas.
4.      Keadilan dan keseimbangan dalam melindungi kepentingan individu dan masyarakat.
Arti kesimbangan dalam sistemsosial islam adalah tidak mengakui hak mutlak dan kebebasan mutlak, tetapi mempunyai batasan-batasan tertentu, termasuk dalam bidang hak milik.
5.      Bimbingan konsumsi
Dalam hal bimbingan konsumsi Allah berfirman dalam QS. Al-A’raf/7:31 “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yg indah di setiap memasuki masjid, makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yg berlebih-lebihan”.
6.      Petunjuk investasi
Tentang kriteria atau standar dalam menilai proyek investasi, al-mawsu’ah al-ilmiyah al-islamiyah memandang ada 5 kriteria yang sesuai dengan islam untuk dijadikan pedoman dalam menilai proyek investasi
a)      Proyek yang baik menurut islam
b)      Memberikan rezeki seluas mungkin kepada masyarakat
c)      Memberantas kekafiran serta memperbaiki pendapatan
d)     Memelihara dan menumbuh kembangkan harta
e)      Melindugi kepentingan anggota masyarakat
7.      Zakat
Zakat adalah salah satu karakteristik ekonomi islam mengenai harta yang dimiliki dalam bentuk perekonomian lain, karena sistem perekonomian diluar islam tidak mengenal tuntutan Allah.


8.      Larangan riba
Islam menekankan pentingnya memfungsikan uang pada bidangnya yang normal, yaitu fasilitas transaksi dan alat penilaian barang.


4.      Fikih Ekonomi Makro Islam
Dalam mengkaji fiqh ekonomi makro islam dibatasi pada dua hal, yaitu fiqh riba dan fiqh zakat.
4.1    Fiqh Riba
Kata riba diterjemahkan dalam bahasa inggris dengan usury yang mengandung dua dimensi pengertian, yaitu (1) tindakan atau praktik peminjaman uang dengan tingkat suku bunga yang berlebihan dan tidak sesuai dengan hukum  dan (2) suku bunga dengan rate yang tinggi.
Allah SWT menurunkan risalah larangan praktek riba melalui empat tahapan sebagai berikut:
1.      QS. Ar-Ruum: 39
“Dan sesuatu riba yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak bertambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhahan Allah, maka itulah orag-orang yang melipatgandakan pahalanya”. Berdasarkan firman Allah tersebut berarti riba tidak akan menambah kebaikan pada sisi Allah.
2.      QS. An-Nisaa’: 160-161
“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah,(160) dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilrang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang lain dengan cara yang  batil. Kami telah menyiapkan bagi orang yang kafir diantara mereka azab yang pedih (161)”. Pada ayat ini Allah memberikan gambaran siksa yang pedih bagi kaum yahudi dengan salah satu karakternya suka memakan riba.
3.      QS. Ali Imran: 130
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda  dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”. Yang dimaksud riba disini ialah riba nasi’ah. Menurut sebagian besar ulama bahwa riba nasi’ah itu selamanya haram.
4.      QS. Al-Baqarah: 278-279
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang yang beriman, (278). Maka jika kamu tidak mengerjakannya, maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak pula teraniaya (279)”. Pada Ayat ini Allah melarang dengan keras dan tegas semua jenis riba.
Selain firman Allah dapat pula dijelaskan beberapa hadis Nabi yang berkaitan dengan riba, antara lain:
§  Dari Ibnu Abbas dari Nabi SAW, beliau bersabda: jika telah muncul wabah zina dan riba di suatu negri, maka berarti mereka telah siap menanti kedatangan azab dari Allah SWT.
§  Al-Hakim meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa Nabi SAW bersabda: ‘Riba itu memiliki 73 tingkatan, yang paling rendah (dosanya) sama dengan seseorang melakukan zina dengan ibunya”.

4.2    Fiqh Zakat
Zakat secara etimoogi (lughat), zakat memiliki beberapa makna, diantaranya adalah suci.Selain itu, zakat dapat bermakna tumbuh dan berkah. Secara syar’i zakat adalah sedekah tertentu yang diwajibkan dalam syariah terhadap harta orang kaya dan diberikan kepada orang yang berhak menerimanya.
Zakat pertama kali diwajibkan telah ditentukan kadar dan jumlahnya, Namun setelah Nabi hijrah ke madina, diberlakukanlah beberapa ketentuan dengan syarat yang harus dipenuhi dalam zakat, yaitu :
1)      Islam
Zakat hanya diwajibkan untuk umat islam dam merupakan rukun islam. Zakat tidak diwajibkan kepada selain muslim, karena zakat merupakan talif maali (kewajiban harta).
2)      Sempurna ahliyahnya
Sebagian ulama berpendapat, zakat diwajibkan atas harta anak kecil dan orang gila. Namun hanafiah berpendapat zakat tidak wajib atas harta mereka kecuali atas hasil pertanian dan perkebunan.
3)      Sempurnanya kepemilikan
Kepemilikan muzaki (orang yang wajib zakat) terhadap hartanya tidak terdapat kepemilikan dan hak orang lain.
4)      Berkembang
Harta mendatangkan income atau tambahan kepada pemiliknya, seperti hasil pertanian, pertambangan, dan lain-lain.
5)      Nisab
Harta yang wajib dizakati harus sampai pada kadar tertentu, yang disebut dengan nisab.
6)      Haul
Harta zakat yang telah mencapai nisab harus ada dalam kepemilikan ahlinya sampai waktu 12 bulan kamariah, kecuali hasil pertanian, perkebunan, madu, dan sejenisnya.

5.      Model Dinamika Ibnu Khaldun
Sejarah umat islam secara jelas menggambarkan hubungan yang saling mempengaruhi antara rakyat (N), syariah (S), pemerintah (G), kesejahteraan atau ekonomi (W), keadilan (j) dan pembangunan (g) dalam hal kemajuan suatu masyarakat dan peradapan.
            Umat islam ternyata mampu menyajikan semua variabel diatas menjadi kekuatan besar. Walaupun tidak sebesar yang diinginkan tetapi paling tidak dapat merealisasikan perkembangan dan kemajuan masyarakat mereka secara cepat. Namun sayangnya otoritas politik (G) kemudian mulai melupakan kewajiban-kewajibanya, gagal mengimplementasikan syariah (S), menjamin keadilan (j), dan menyediakan berbagai fasilitas yang diperlukan masyarakat (N) untuk menyadari potensi mereka secara penuh.